BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah ekonomi islam dimulai pada abad 14 M,
munculnya pemikiran-pemikiran untuk kontinuinitas masalah ekonomi makro yang
dibahas dalam syariat islam. Pembahhasan ini bertujuan untuk menuntaskan
masalah ekonomi dengan sistem perekonomian modern dan menyuruti nilai-nilai
khusus dari aset negara dan anggaran negara menurut obyektifitas syariat islam.
Dan berupaa untuk menemukan bukti konkrit tentang evolosi ekonomi dimasyarakat
Arab terdahulu, berlandaskan para penulis islam modern. Tokoh-tokoh islam telah
mengetahui perbedaan-perbedaan yang relevan mengenai sistem ekonomi sosialis,
sistem ekonomi kapitalis dengan sistem ekonomi islam. Inilah yang berperan
dalam pengembangan ekonomi islam dan pendayagunaan masyarakat, sehingga
tercapai-nya falah di setiap segi kehidupan.
Untuk mencapai falah tersebut, dalam makalah
ini saya menjelaskan bahwa islam keberatan terhadap pendapatan nasional versi
sosialis maupun kapitalis, karena hanya sebagian orang yang merasakan
kesejahteraan, sedangkan sebagian masyarakat tetap dalam kemiskinan.
Untuk itu, pendapatan nasional dalam perspektif
islam merupakan sebuah jawaban untuk mencapai kesejahteraan ataupun falah di
setiap segi kehidupan baik bermasyarakat, berbangsa ataupun bernegara. Untuk
lebih jelasnya saya membahas pendapatan nasional dalam perspektif islam pada
Bab II.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendapatan Nasional dalam Pendekatan
Ekonomi Konvensional
Pendapatan Nasional adalah semua jenis barang atau jasa yang dihasilkan
suatu Negara dalam suatu periode tertentu. Jika kita analogikan dalam kehidupan
sehari-hari Negara dapat kita misalkan sebuah perusahaan yang menghasilakan
sebuah produk. Perusahan tersebut boleh mengklaim bahwa produk yang
dihasilkanya sebagai pendapatannya, walaupun produk tersebut belum terjual.
Begitu pula pada pendapatan Nasional, produk yang telah di produksi dapat
diperhitungkan sebagai pendapatan nasional.
Pada perhitungan pendapatan nasional perlu diperhatikan juga adalah
tentang setatus barang tersebut. Barang bekas tidak dapat kita jadikan
perhitungan sebagai pendapatan nasional, karena pada barang bekas telah
diperhitungkan sebagai pendapatan nasional semenjak barang tersebut pertama
diproduksi. Jadi jika barang bekas tetap di hitung sebagai pendapatan nasional,
maka akan terjadi perhitungan ganda atau yang sering disebut dengan double
counting.
Dalam perhitungan pendapatan nasional juga terdapat istilah yang
disebut dengan GDP dan GNP. Masing-masing memiliki kepanjangan GDP (Gross
Domestic Product) dan GNP (Gross National Product) hal yang membedakan diantara
keduanya adalah, GDP adalah perhitungan pendapatan nasional pada area domestic,
jadi apa saja yang diproduksi dalam Negara (domestic) maka product tersebut
akan diakui sebagai pendapatan nasional. Sedangkan GNP adalah perhitungan
pendapatan Nasional pada setiap warga Negara asli yang menghasilkan product,
jadi apa saja yang dihasilkan warga Negara meskipun ia berada diluar Negara
maka akan diakui sebagai pendapatan Negara.
Perhitungan pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan tiga
pendekatan, yaitu:
1.
Pendekatan Produksi
Perhitungan ini dilihat berdasarkan
pendekatan nilai tambah dari suatu barang yang diproduksi, maksudnya adalah.
Suatu barang akan diperhitungkan nilainya hanya pada barang siap pakai saja
(final goods) contohnya pada proses pembutan sepatu. Sebuah sepatu tidak akan
diperhitungkan harga dari setiap bahan-bahan yang dibutuhkannya seprti kulit,
benang, pewarna ataupun hiasannya. Tetapi yang akan diperhitungakan dalam
Pendapatan Nasional adalah harga dari setiap sepatu yang sudah siap pakai. Hal
ini dimaksudkan agar tidak terjadi perhitungan ganda. Pada Negara Indonesia
sendiri perhitungan produksi ini biasanya hasil dari penjumlahan produksi dari
setiap industry-industri .
2.
Pendekatan Pengeluaran
Perhitungan berdasarkan pengeluaran ini
bisanya berdasarkan seberapa besar jumlah konsumsi atau penggunaan uang suatu
Negara, yang mana perhitungannya sendiri dapat dilakukan melalui 4 sektor
pengeluaran yaitu:
-
Konsumsi Rumah Tangga (C)
-
Investasi (I)
-
Pengeluaran Pemerintah (G)
-
Pengeluaran Eksport dan Import (X-M)
Dalam perhitungan ekonomi biasanya lebih
familiar dengan formula :
Y = C + I +
G + X-M
Yang mana formula diatas lebih condong
kepada pemerintahan yang sudah membuka keran ekspor impor di negerinya. Atau
lebih sering disebut dengan perekonomian terbuka. Adapun dalam perhitungan
ekonomi tertutup adalah :
Y = C + I + G
Yang membedakan diantara keduanya terletak pada ada tidaknya Eksport
dan Import dalam suatu Negara. Jika Negara tidak melakukan Eksport-Import maka
perekonomiannya bisa disebut dengan perekonomian tertutup, sedangkan jika sudah
melakukan Eksport-Import maka disebut juga dengan perekonomian terbuka.
3.
Pendekatan Pendapatan
Perhitungan ini sering disebut juga dengan NNP (Net National Product)
NNP ini sama dengan GNP dikurangi dengan penyusutan. Perhitungan penyusutan ini
perlu dilakukan agar perhitungan cadangan produksi dapat terjaga. Dalam
perhitungan ini pula kita mengenal dengan apa yang disebut dengan GDP riil dan
GDP nominal. GDP riil adalah adalah perhitungan yang berdasarkan dengan
harga tahun dasar, sedangan GDP nominal adalah perhitungan yang berdasarkan
dengan harga tahun tersebut.
B.
Pendapatan Nasional dalam
Perspektif Ekonomi Islam
Dalam perhitungan Pendapatan Nasional secara konvensional sering sekali
terjadi masalah keraguan, masalahnya ketika kita melihat perhitngan yang
dilakukan dengan cara GDP riil misalnya pasti pendaptan tersebut adalah hasil
outup dibagi dengan jumlah penduduk. Lalu jika ada beberapa orang dari sekian
penduduk yang memiliki pendapatan rendah apakah akan adil perhitungannya jika
outuput total dibagi dengan jumlah penduduk? Padahal mungkin ada satu sisi
masyarakat yang memang produktif tapi mungkin ada juga sisi lain yang mana
ternyata masyarakatny kurang produktif. Maka perlu adanya perhitungan yang
memang benar-benar mencerminkan pendapatan nasional yang sesungguhnya. Maka
dalam perhitungan ekonmi islam terdapat prinsip yang harus dipegang teguh dalam
perhitungan pendapatan nasional, yaitu:[1]
1. Pendapatan
national harus menggambarkan pendapatan masyarakat yang sesuai dengan
penyebaran penduduk
2. Pendapatan National
perkotaan dan pedesaan harus dapat dibedakan, karena secara jelas produksinya
tidak dapat disamakan.
3. Pendapatan Nasional
harus dapat mengukur secara jelas kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya.
C.
GNP dalam Perspektif Islam
Satu hal yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem
ekonomi lainnya adalah panggunaan parameter falah. Falah adalah
kesejahteraan yang hakiki, kesejahteraan yang sebenar-benarnya, di mana
komponen-komponen rohaniah masuk ke dalam pengertian falah ini.
Ekonomi Islam dalam arti sebuah sistem ekonomi(nidzom al-iqtishad)
merupakan sebuah sistem yang dapat mengantar umat manusia kepada real
welfare (falah), kesejahteraan yang sebenarnya.
Pada intinya, ekonomi Islam harus mampu menyediakan suatu
cara untuk mengukur kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan
sistem moral dan sosial Islam.
Setidaknya ada empat hal yang semestinya bisa diukur dengan
pendekatan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi Islam, sehingga tingkat kesejahtraan
bisa dilihat secara lebih jernih dan tidak bias. Empat hal tersebut adalah:[2]
1. Pendapatan Nasional harus dapat mengukur penyebaran
pendapatan individu rumah tangga.
Penghitungan pendapatan
nasional islami harus dapat mengenali
penyebaran alamiah dari output per kapita tersebut, karena dari sinilah
nilai-nilai sosial dan ekonomi Islami bisa musuk. Jika penyebaran pendapatan
individu secara nasional bisa dideteksi secara akurat, maka akan dengan mudah
dikenali seberapa besar rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
penyebaran alamiah dari output per kapita tersebut, karena dari sinilah
nilai-nilai sosial dan ekonomi Islami bisa musuk. Jika penyebaran pendapatan
individu secara nasional bisa dideteksi secara akurat, maka akan dengan mudah
dikenali seberapa besar rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
2. Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Produksi
Di Sektor Pedesaaan.
Peningkatan produksi pertanian di tingkat rakyat
pedesaan,
umumnya justru mencerminkan penurunan harga produk-produk pangan di tangat
konsumen suburban, atau sekaligus mencerminkan peningkatan pendapatan para
pedagang perantara, yang posisinya berada di antara petani dan konsumen. Ketidakmampuan mendeteksi secara akurat pendapatan dari sektor subsisten ini jelas satu kelemahan yang harus segera diatasi, karena di sektor inilah bergantung nafkah dalam jumlah besar, dan di sinilah inti masalah dari distribusi pendatapan.
umumnya justru mencerminkan penurunan harga produk-produk pangan di tangat
konsumen suburban, atau sekaligus mencerminkan peningkatan pendapatan para
pedagang perantara, yang posisinya berada di antara petani dan konsumen. Ketidakmampuan mendeteksi secara akurat pendapatan dari sektor subsisten ini jelas satu kelemahan yang harus segera diatasi, karena di sektor inilah bergantung nafkah dalam jumlah besar, dan di sinilah inti masalah dari distribusi pendatapan.
3. Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur
Kesejahteraan Ekonomi Islami
Sungguh
menarik untuk mengkaji apa yang dilakukan Nordhaus dan Tobin dengan Measures
for Economics Welfare (MEW), dalam konteks ekonomi barat. Kalau GNP mengukur
hasil, maka MEW merupakan ukuran dari konsumsi rumah tangga yang memberi
kontribusi kepada kesejahtraan manusia. Perkiraan MEW didasarkan kepada asumsi
bahwa kesejahtraan rumah tangga yang merupakan ujung akhir dari seluruh kegiatan
ekonomi sesungguhnya sangat bergantung pada tingkat konsumsinya.
4. Penghitungan Pendapatan Nasional Sebagai Ukuran
Dari Kesejahteraan Sosial Islami
Melalui Pendugaan Nilai Santunan Antar Saudara dan Sedekah.
Sedekah memiliki peran yang signifikan di dalam
masyarakat islam. Dan ini bukan sekedar pemberian suka rela kepada orang lain namun merupakan
bagian dari kepatuhan dalam menjalankan kehidupan beragama. Di dalam masyarakat
Islam, terdapat satu kewajiban menyantuni kerabat yang sedang mengalami kesulitan
ekonomi. Meski tidak gampang memperoleh datanya, upaya mengukur nilai dari
pergerakan semacam ini dapat menjadi informasi yang sangat bermanfaat untuk
mendalami bekerjanya sistem keamanan sosial yang mengakar di masyarakat islam.
D.
Konsep Pendapatan Nasional
Untuk lebih memahami pendapatan nasional
serta menghindari adanya kekeliruan, maka dalam ilmu ekonomi dikenal beberapa
konsep pendapatan.[3]
1.
Produk Domestik
Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic
Product/GDP) adalah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan seluruh warga
masyarakat (termasuk warga negara asing) suatu negara dalam periode tertentu
biasanya satu tahun.
Komponen-komponen pendapatan nasional yang
termasuk dalam penghitungan dengan metode produksi, di antaranya, adalah
sebagai berikut.
a.
Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan
b.
Pertambangan dan penggalian
c.
Industri pengolahan
d.
Listrik, gas, dan air minum
e.
Bangunan
f.
Perdagangan, hotel, dan restoran
g.
Pengangkutan dan komunkasi
h.
Bank dan lembaga keuangan lainnya
i.
Sewa rumah
j.
Pemerintahan dan pertahanan
k.
Jasa-jasa
Hasil produksi dari setiap lapangan usaha tersebut dijumlahkan
dalam satu tahun lalu dikalikan harga satuan masing-masing. Maka rumusnya
adalah:
Y=(Q1.P1)+(Q2.Q2)+…(Qn.Pn)
K
eterangan:
Y =
Pendapatan nasional (Produk Domestik Bruto)
Q =
Jumlah barang
P = Harga
barang
2.
Produk Nasional
Bruto (PNB)
Produk Nasional Bruto (Gross National
Product/GNP) adalah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu
negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun, termasuk di dalamnya barang
dan jasa yang dihasilkan warga negara tersebut yang berada/bekerja di luar
negeri. Barang dan jasa yang dihasilkan warga negara asing yang bekerja di dalam
negeri, tidak termasuk GNP.
Komponen-komponen yang termasuk pendapatan
nasional menurut metode pengeluaran adalah sebagai berikut :
1.
Rumah tangga dengan jenis pengeluaran Konsumsi
( Consumption/ C )
( Consumption/ C )
2.
Perusahaan dengan jenis pengeluaran Investasi ( Investment/ I )
3.
Pemerintah dengan jenis pengeluaran, Pengeluaran Pemerintah
( Government Expenditure/ G )
( Government Expenditure/ G )
4.
Masyarakat luar negeri dengan jenis pengeluaran Ekspor – Impor
(Export – Import/ X-M )
(Export – Import/ X-M )
Dengan
Y sebagai Produk Nasional Bruto, maka maka didapat rumus sebagai berikut :
Y
= C + I + G + (X – M)
*) Jika PNB (GNP) tersebut dibagi jumlah penduduk, akan menghasilkan
pendapatan per
kapita.
3.
Produk Nasional
Netto (PNN)
Produk Nasional Netto (Net National
Product/NNP) atau produk nasional bersih adalah jumlah barang dan jasa yang
dihasilkan masyarakat suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun
setelah dikurangi penyusutan (depresiasi) dan barang pengganti modal.
Lebih jelasnya dapat dilihat
komponen-komponen pendapatan nasional menurut metode pendapatan yaitu berikut :
1.
Alam dengan sewa (rent/ r ) sebagai balas jasa
2.
Tenaga kerja dengan upah/gaji (wage/ w ) sebagai balas jasa
3.
Modal dengan bunga (Interest/ i ) sebagai balas jasa
4.
Skill Kewirausahaan (Entrepreneurship) dengan laba (profit/ p )
Dalam
rumus dapat akan tampak sebagai berikut:
Y = r + w + i + p
*)
Hasil penghitungan pendapatan nasional (Y) dengan metode ini disebut Pendapatan
Nasional (PN) atau National Income (NI).
4.
Pendapatan
Nasional Netto (Bersih)
Pendapatan Nasional Bersih (Net National
Income/NNI) adalah nilai dari produk nasional bersih (net national income)
dikurangi dengan pajak tidak langsung.
5.
Pendapatan
Perseorangan
Pendapatan Perseorangan (Personal Income)
adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima perseorangan sebagai balas jasa
dalam proses produksi. Pendapatan perseorangan ini dapat juga disebut
pendapatan kotor, karena tidak semua pendapatan perseorangan netto jatuh ke
tangan pemilik faktor produksi, sebab masih harus dikurangi laba yang tidak
dibagi, pajak penghasilan, iuran jaminan sosial maupun pembayaran yang bersifat
transfer payment (pembayaran pindahan) seperti pensiunan.
6.
Pendapatan Bebas
Pendapatan Bebas (Disposable Income/DI)
adalah pendapatan yang diterima masyarakat yang sudah siap untuk dibelanjakan
penerimanya. Pendapatan ini merupakan hak mutlak bagi penerimanya. Pendapatan
bebas diperoleh dari pendapatan perseorangan dikurangi pajak langsung.
7.
Pendapatan yang
Dibawa Pulang
Pendapatan yang
dibawa pulang (Take Home Pay/THP) adalah pendapatan yang dibawa pulang untuk
membayar bermacam-macam kebutuhan. Pendapatan ini mempengaruhi permintaan
efektif, sebab menggambarkan daya beli masyarakat. Take Home Pay
diperoleh dari Disposbale Income dikurangi kewajiban/pengeluaran kepada pihak
lain seperti untuk membayar utang. [4]
E.
Faktor-faktor yang
Memengaruhi Permintaan dan Penawaran Agregat
Permintaan agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan permintaan
terhadap barang-barang dan jasa sesuai dengan tingkat harga. Permintaan agregat
adalah suatu daftar dari keseluruhan barang dan jasa yang akan dibeli oleh
sektor-sektor ekonomi pada berbagai tingkat harga, sedangkan penawaran agregat
menunjukkan hubungan antara keseluruhan penawaran barang-barang dan jasa yang
ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat harga tertentu.[5]
Konsumsi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pendapatan
nasional. Jika terjadi perubahan permintaan atau penawaran agregat, maka
perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan-perubahan pada tingkat harga,
tingkat pengangguran dan tingkat kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Adanya
kenaikan pada permintaan agregat cenderung mengakibatkan kenaikan tingkat harga
dan output nasional (pendapatan nasional), yang selanjutnya akan mengurangi
tingkat pengangguran. Penurunan pada tingkat penawaran agregat cenderung
menaikkan harga, tetapi akan menurunkan output nasional (pendapatan nasional)
dan menambah pengangguran.
BAB III
PENUTUP
Pendapatan Nasional adalah semua jenis barang atau jasa yang dihasilkan
suatu Negara dalam suatu periode tertentu. Jika kita analogikan dalam kehidupan
sehari-hari Negara dapat kita misalkan sebuah perusahaan yang menghasilakan
sebuah produk. Perhitungan pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan tiga
pendekatan, yaitu:
1.
Pendekatan Produksi
2.
Pendekatan Pengeluaran
3.
Pendekatan Pendapatan
ada empat hal yang semestinya bisa diukur dengan pendekatan
pendapatan nasional berdasarkan ekonomi Islam, sehingga tingkat kesejahtraan
bisa dilihat secara lebih jernih dan tidak bias. Empat hal tersebut adalah:
1.
Pendapatan Nasional harus dapat
mengukur penyebaran pendapatan individu rumah tangga.
2.
Pendapatan Nasional Harus
Dapat Mengukur Produksi Di Sektor Pedesaaan.
3.
Pendapatan Nasional Harus
Dapat Mengukur Kesejahteraan Ekonomi Islami
4.
Penghitungan Pendapatan
Nasional Sebagai Ukuran Dari Kesejahteraan Sosial Islami Melalui Pendugaan
Nilai Santunan Antar Saudara dan Sedekah.
[1]
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, (Jakarta:
Kencana, 2010), hlm. 193.
[2] Ibid.,
hlm. 197.
[3]
Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroeonomi
& Makroekonomi). (Jakarta: Lembaga Penerbt Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2008), hlm. 235.
[4]
Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers,
2010), hlm. 35.
[5] M.
Abdul Mannan, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa,
1997), hlm. 235.
trima kasih...,kunjungi jga my blog http//:blog.umy.ac.id/opissen/
BalasHapusoke.. (Y)
HapusTerima Kasih, tulisan anda telah membantu pembuatan makalah saya :)
BalasHapussaling membantu... :)
Hapuskeren nih, soal uts ku jawabannya ada disini semua mantap sukses selalu
BalasHapuswahh...
Hapusngandalin om google toh....