Translate

Selasa, 25 Desember 2012

Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Makro Islam


BAB I
PENDAHULUAN

Islam merupakan seluruh jalan kehidupan kita. Dalam hubungannya dengan ekonomi, Islam telah memberikan aturan rinci untuk kehidupan ekonomi kita yang seimbang dan adil. Seorang muslim hendaknya selalu menyadari bahwa kekayaan, pendapatan, dan barang-barang material adalah milik Allah, sedangkan kita hanyalah pemegang amanat-Nya.
Saya sebagai penulis dalam makalah ini akan membahas sedikit banyaknya mengenai Prinsip-prinsip Ekonomi dalam Islam, dimana Prinsip-prinsip islam bertujuan membangun masyarakat yang adil di mana semua bersikap bertanggung jawab dan jujur.
Dalam makalah ini, membahas mengenai apa itu Ekonomi Islam, Karakteristik Ekonomi Islam, Dasar-dasar Ekonomi Islam, dan Prinsip-prinsip Eonomi Islam dan Konvesional. Untuk lebih jelasnya, akan penulis uraikan pada Bab selanjutnya.
 BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ekonomi Islam
Ilmu ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari perilaku manusia bagaimana mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi keinginan manusia yang tidak terbatas.[1] Namun dalam Ekonomi Islam tidak sebatas itu saja. Dalam Islam tentunya pengalokasian sumber daya ini haruslah sesuai dengan syariat yaitu aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Tujuan dari adanya ekonomi islam adalah agar ada suatu kontrol bagi manusia agar dalam menjalankan praktek ekonomi tidak sesuai dengan keinginannya saja. Kontrol ini tidak lain bertujuan agar manusia dapat hidup bahagia dunia dan akhirat.
Menurut ahli Ekonomi Islam sendiri Muhammad Abdul Manan, Ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Dari pengertian yang dikemukakan oleh pakar ekonomi islam diatas semakin memberi gambaran jelas yaitu dalam ekonomi islam, ilmu ekonomi pasti dibingkai dan diatur sesuai dengan nilai-nilai islam yang berlaku.

B.     Karakteristik Ekonomi Islam
Ada beberapa Karasteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-ilmiah wa al-amaliyah al-islamiyah yang dapat diringkas sebagai berikut:[2]
1.      Harta Kepunyaan Allah dan Manusia Merupakan Khalifah Atas Harta
Karasteristik pertama ini terdiri dari 2 bagian yaitu:
Pertama, semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik Allah Swt, firman Q.S. Al- Baqarah, ayat 284 dan Q.S. Al -Maai’dah ayat 17.
Kedua, manusia adalah khalifah atas harta miliknya.Sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Hadiid ayat 7.
Selain itu terdapat sabda Rasulullah SAW, yang juga mengemukakan peran manusia sebagai khalifah, diantara sabdanya ”Dunia ini hijau dan manis”.Allah telah menjadikan kamu khalifah (penguasa) didunia. Karena itu hendaklah kamu membahas cara berbuat mengenai harta di dunia ini.
Dapat disimpulkan bahwa semua harta yang ada ditangan manusia pada hakikatnya milik Allah, akan tetapi Allah memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya.
Sesungguhnya Islam sangat menghormati milik pribadi, baik itu barang- barang konsumsi ataupun barang-barang modal. Namun pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain. Jadi, kepemilikan dalam Islam tidak mutlak, karena pemilik sesungguhnya adalah Allah SWT.
2.      Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah (hukum), dan Moral
Diantara bukti hubungan ekonomi dan moral dalam Islam adalah: larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat, larangan melakukan penipuan dalam transaksi, larangan menimbun emas dan perak atau sarana-sarana moneter lainnya, sehingga mencegah peredaran uang, larangan melakukan pemborosan, karena akan menghancurkan individu dalam masyarakat.
3.      Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan
Beberapa ahli Barat memiliki tafsiran tersendiri terhadap Islam. Mereka menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi toleran (membuka diri). Selain itu para ahli tersebut menyatakan Islam adalah agama yang memiliki unsur keagamaan (mementingkan segi akhirat) dan sekularitas (segi dunia). Sesungguhnya Islam tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat.
4.      Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan Kepentingan umum
Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah, Islam tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan- batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik. Hanya keadilan yang dapat melindungi keseimbangan antara batasan-batasan yang ditetapkan dalam sistem Islam untuk kepemilikan individu dan umum. Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang untuk mensejahterakan dirinya, tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat secara umum.
5.      Kebebasan Individu Dijamin dalam Islam
Individu-individu dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk beraktivitas baik secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan tersebut tidak boleh melanggar aturan- aturan yang telah digariskan Allah SWT. Dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadis. Dengan demikian kebebasan tersebut sifatnya tidak mutlat.
Prinsip kebebasan ini sangat berbeda dengan prinsip kebebasan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis. Dalam kapitalis, kebebasan individu dalam berekonomi tidak dibatasi norma- norma ukhrawi, sehingga tidak ada urusan halal atau haram. Sementara dalam sosialis justru tidak ada kebebasan sama sekali, karena seluruh aktivitas ekonomi masyarakat diatur dan ditujukan hanya untuk negara.
6.      Negara Diberi Wewenang Turut Campur dalam Perekonomian
Islam memperkenankan negara untuk mengatur masalah perekonomian agar kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara proporsional. Dalam Islam negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari ketidakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, ataupun dari negara lain. Negara juga berkewajiban memberikan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup secara layak.
Peran negara dalam perekonomian pada sistem Islam ini jelas berbeda dengan sistem kapitalis yang sangat membatasi peran negara. Sebaliknya juga berbeda dengan sistem sosialis yang memberikan kewenangan negara untuk mendominasi perekonomian secara mutlak.
7.      Bimbingan Konsumsi
Islam melarang orang yang suka kemewahan dan bersikap angkuh terhadap hukum karena kekayaan, sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-Israa ayat 16 :
8.      Petunjuk Investasi
Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-Mawsu’ah Al-ilmiyahwa-al amaliyah al-islamiyah memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan Islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu:
a) Proyek yang baik menurut Islam.
b) Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat.
c) Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan.
d) Memelihara dan menumbuhkembangkan harta.
e) Melindungi kepentingan anggota masyarakat.
9.      Zakat
Zakat adalah salah satu karasteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak terdapat dalam perekonomian lain. Sistem perekonomian diluar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam.


10.  Larangan Riba
Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal yaitu sebagai fasilitas transaksi dan alat penilaian barang. Diantara faktor yang menyelewengkan uang dari bidangnya yang normal adalah bunga (riba). Ada beberapa pendapat lain mengenai karasteristik ekonomi Islam, diantaranya dikemukakan oleh Marthon (2004,27-33). Menurutnya hal- hal yang membedakan ekonomi Islam secara operasional dengan ekonomi sosialis maupun kapitalis adalah :
a. Dialektika Nilai –nilai Spritualisme dan Materialisme
b. Kebebasan berekonomi
c. Dualisme Kepemilikan

C.    Dasar-dasar Ekonomi Islam
Dasar-dasar ekonomi Islam adalah:[3]
1.      Bertujuan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera baik di dunia dan di akhirat, tercapainya pemuasan optimal berbagai kebutuhan baik jasmani maupun rohani secara seimbang, baik perorangan maupun masyarakat. Dan untuk itu alat pemuas dicapai secara optimal dengan pengorbanan tanpa pemborosan dan kelestarian alam tetap terjaga.
2.      Hak milik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan dipergunakan untuk hal-hal yang halal pula.
3.      Dilarang menimbun harta benda dan menjadikannya terlentar.
4.      Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang miskin yang selalu meminta, oleh karena itu harus dinafkahkan sehingga dicapai pembagian rizki.
5.      Pada batas tertentu, hak milik relatif tersebut dikenakan zakat.
6.      Perniagaan diperkenankan, akan tetapi riba dilarang.
7.      Tiada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama dan yang menjadi ukuran perbedaan adalah prestasi kerja.

D.    Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Islam
Islam adalah agama yang sempurna dan diridhoi oleh Allah SWT. Kesempurnaan Islam tercermin dalam aturan-aturannya yang mencakup seluruh elemen kehidupan. Mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali telah diatur dalam Islam. Kesempurnaan Islam tercermin pula dari keseimbangannya dalam mengatur kehidupan dunia dan akhirat yang tidak ada pemisahan satu sama lain. Begitu Pula dengan Ekonomi, ekonomi adalah salah satu ilmu dalam kehidupan manusia yang sudah pasti diatur pula oleh Allah. Aturan tersebut telah jelas tertulis dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Dalam Ekonomi Islam sendiri terdapat tiga asas yaitu :
1.      Semua yang ada di dalam alam semesta ini adalah milik Allah SWT, manusia hanyalah khalifah yang memegangamanah dari Allah untuk menggunakan milik-Nya. Sehingga segala sesuatunya harus tunduk pada Allah sang pencipta dan pemilik. Firman Allah dalam QS. An-Najm : 31

Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (syurga).

2.      Untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah, manusia wajib tolong-menolong dan saling membantu dalam melaksanakan kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk beribadah kepada Allah.
3.      Beriman kepada hari kiamat, yang merupakan asas penting dalam suatu system ekonomi islam karena dengan keyakinan ini tingkah laku ekonomi manusia akan dapat terkendali sebab ia sadar bahwa semua perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban kelak oleh Allah SWT.
Prinsip-prinsip ekonomi islam yang divisualisasikan oleh Adiwarman bahwa ekonomi islam didasarkan atas lima nilai universal, yakni: tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah), dan ma’ad (hasil). [4]
1.      Tauhid (keesaan Tuhan), merupakan fondasi ajaran Islam. Segala sesuatu yang kita perbuat di dunia nantinya akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Sehingga termasuk didalamnya aktivitas ekonomi dan bisnis nantinya akan dipertanggungjawabkan juga.
2.      ‘Adl (keadilan). Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Adil yang dimaksud disini adalah tidak menzalimi dan tidak dizalimi, sehingga penerapannya dalam kegiatan ekonomi adalah manusia tidak boleh berbuat jahat kepada orang lain atau merusak alam untuk memperoleh keuntungan pribadi.
3.      Nubuwwah (kenabian). Setiap muslim diharuskan untuk meneladani sifat dari nabi Muhammad SAW. Sifat-sifat Nabi Muhammad SAW yang patut diteladani untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam bidang ekonomi yaitu : Siddiq (benar, jujur), Amanah (tanggung jawab, kepercayaan, kredibilitas), Fathanah (Kecerdikan, kebijaksanaan, intelektualita) dan tabligh (komunikasi, keterbukaan, pemasaran).
4.      Khilafah (pemerintahan). Dalam Islam, peranan yang dimainkan pemerintah terbilang kecil akan tetapi sangat vital dalam perekonomian. Peranan utamanya adalah memastikan bahwa perekonomian suatu negara berjalan dengan baik tanpa distorsi dan telah sesuai dengan syariah.
5.      Ma’ad (hasil). Imam Ghazali menyatakan bahwa motif para pelaku ekonomi adalah untuk mendapatkan keuntungan/profit/laba. Dalam islam, ada laba/keuntungan di dunia dan ada laba/keuntungan di akhirat.

Dari kelima nilai universal tersebut dibangunlah tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi islam, yaitu multitype owership, freedom to act, dan social justice.
1.      Multitype Ownership (kepemilikan multijenis) merupakan turunan dari nilai tauhid dan adil. Dalam ekonomi Islam, kepemilikan swasta atau pribadi tetap diakui. Akan tetapi untuk menjamin adanya keadilan, maka cabang-cabang produksi yang strategis dapat dikuasai oleh negara.
2.      Freedom to act (Kebebasan bertindak atau berusaha) merupakan turunan dari nilai nubuwwah, adil dan khilafah. Freedom to act akan menciptakan mekanisme pasar dalam perekonomian karena setiap individu bebas untuk bemuamalah. Pemerintah akan bertindak sebagai wasit yang adil dan mengawasi pelaku-pelaku ekonomi serta memastikan bahwa tidak terjadi distorsi dalam pasar dan menjamin tidak dilanggarnya syariah.
3.      Social Justice (Keadilan Sosial) merupakan turunan dari nilai khilafah dan ma’ad. Dalam ekonomi islam, pemerintah bertanggungjawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan keseimbangan sosial antara kaya dan miskin.
Selain dari prinsip-prinsip ekonomi islam di atas, berikut ini ada beberapa pendapat para pakar tentang prinsip dan asas ekonomi islam, sebagai berikut:
1.      Prof. Dr. M. Yasir Nasution
Menurut Yasir, Ekonomi Islam dibangun atas empat landasar filosofis yaitu, tauhid, keadilan, keseimbangan, kebebasan, dan pertanggung jawaban.[5]
2.      Yusuf Qardhawi
Menurut Yusuf Qardhawi, ilmu ekonomi Islam memiliki tiga prinsip dasar yaitu tauhid, akhlak, dan keseimbangan. Dua prinsip yang pertama kita sama-sama tahu pasti tidak ada dalam landasan dasar ekonomi konvensional. Prinsip keseimbangan pun, dalam praktiknya, justru yang membuat ekonomi konvensional semakin dikritik dan ditinggalkan orang. Ekonomi islam dikatakan memiliki dasar sebagai ekonomi Insani karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia.
3.      Khurshid Ahmad
Khurshid Ahmad, mengkategorisasi prinsip-prinsip ekonomi Islam pada: prinsip Tauhid, Rub’biyah, Khilafah, dan Tazkiyah. Mahmud Muhammad Babali, menetapkan lima prinsip yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi dalam Islam, yaitu: al-ukhuwwah (persaudaraan), al-ihsan (berbuat baik), al-nasihah (memberi nasehat), alistiqamah (teguh pendirian), dan al-taqwa (bersikap takwa). Dari berbagai kategorisasi diatas, pada dasarnya bahwa prinsip-prinsip ekonomi Islam, sebagai berikut:[6]
a.       Prinsip tauhid
Prinsip tauhid dalam ekonomi Islam sangat esensial, sebab prinsip ini mengajarkan kepada manusia agar dalam hubungan kemanusiannya (hablumminnas), sama pentingnya dengan hubungan dengan Allah (hablumminallah). Dalam arti manusia dalam melakukan aktivitas ekonominya didasarkan pada keadilan sosial yang bersumber kepada Al-Qur’an. Prinsip Tauhid juga berkaitan erat dengan aspek kepemilikan dalam Islam. Kepemilikan dalam Islam berbeda dengan kepemilikan yang ada dalam sistem ekonomi kapitalis dan sosialis. Setiap kepemilikan dari hasil pendapatan yang tidak selaras dengan prinsip tauhid merupakan hubungan yang tidak Islami, karena konsep kepemilikan mutlak hanya dimiliki oleh Allah SWT, sedangkan kepemilikan oleh manusia bersifat relatif. Berkaitan dengan kepemilikan A. M. Saefuddin, menjelaskan cara manusia mendapatkan kepemilikan tersebut yaitu:
1)      kepemilikan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya ekonomi, bukan menguasai sumber daya tersebut. Seorang muslim yang tidak memanfaatkan atau memproduksi manfaat dari sumber-sumber yang diamanatkan Allah tersebut akan kehilangan hak atas sumber daya itu.
2)      Kepemilikan terbatas sepanjang orang itu hidup di dunia, dan apabila orang itu meninggal maka hak kepemilikannya harus diditribusikan kepada ahli warisnya. Hal ini di dasarkan pada Surat Al-Baqarah (2) ayat 180 “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa“.
3)      Kepemilikan perorangan tidak di perbolehkan terhadap sumber-sumber yang menyangkut kepentingan umum atau menjadi hajad hidup orang banyak. Sumber-sumber ini menjadi milik umum atau negara, tidak boleh atau dimiliki secara perorangan atau kelempok tertentu.
b.      Prinsip keseimbangan
Kegiatan ekonomi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kesimbangan. Kesimbangan yang dimaksud bukan hanya berkaitan dengan keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi, tetapi juga berkaitan dengan keseimbangan kebutuhan individu dan kebutuhan kemasyarakatan (umum). Islam menekankan keselarasan antara lahir dan batin, individu dan masyarakat.
c.       Prinsip khilafah
Manusia adalah Khalifah (wakil) Allah dimuka bumi yang harus menjalankan aturan dan hukum-hukum yang telah ditetapkan pemberi mandat kekhalifahan, Allah SWT.

d.      Prinsip keadilan
Keadilan adalah salah satu prinsip yang penting dalam mekanisme perekonomian Islam. Bersikap adil dalam ekonomi tidak hanya didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an atau Sunnah Rasul, tetapi juga berdasarkan pada pertimbangan hukum alam, dimana alam diciptakan berdasarkan atas prinsip keseimbangan dan keadilan. Adil dalam ekonomi bisa diterapkan dalam penentuan harga, kualitas produk, perlakuan terhadap pekerja, dan dampak yang timbul dari berbagai kebijakan ekonomi yang dikeluarkan.
4.      Saiful Azhar Rosly dari International Islamic University Malaysia
Menurutnya, prinsip-prinsip ekonomi islam dibagi menjadi dua, yaitu:[7]
a.       Prinsip ekonomi yang bersifat kewahyuan (revealed economic system). Prinsipini diambil dari Al-Qur’an dan Hadits, yang membahas mengenai teori ekonomi mencakup motivasi, kepemilikan kekayaan, proses pembuatan keputusan, dan peran pemrintah dan pasar.
b.      Prinsip ekonomi bukan wahyu (non revealed economis system). Prinsip ini diambil dari rasio dan observasi. Dalam prinsip bukan wahyu ini membahas tentang sistem ekonomi, yang mencakup tentang Teori Harga, teori perusahaan, teori distribusi, teori pertumbuhan, teori perdagangan, dan teori pembangunan.

E.     Prinsip-prinsip Ekonomi Konvensional
Dalam ilmu ekonomi terdapat sepuluh prinsip, yaitu:[8]
1.      Seseorang  menghadapi Tradeoffs dalam hidupnya.
“There is no such thing as a free lunch!” (Tidak ada yang gratis di dunia ini). Dalam realitas hidup banyak pilihan  dan antara berbagai alternatif yang bisa dipilih maka individu harus membuat keputusan. Untuk mendapat sesuatu biasanya harus mengorbankan sesuatu yang lain. Keputusan dihadapkan pada pertukaran (tradeoff).
2.      Biaya dari sesuatu adalah berapa yang anda korbankan untuk memperolehnya.
Karena semua orang dihadapkan pada tradeoff, maka untuk mengambil keputusan harus membandingkan biaya dan manfaat.
3.      Orang yang rasional berpikir atas margin dari berbagai alternatif yang bisa dipilih
Orang rasional berpikir pada batas-batas. Seorang pengambil keputusan yang rasional hanya akan mengambil tindakan jika dan hanya jika keuntungan marginalnya melebihi biaya marginalnya.
4.      Seseorang respon/ tangap terhadap insentif
Manusia mengambil keputusan dengan cara membandingkan biaya dan keuntungan. Kebiasaan ini akan berubah jika ada perubahan pada keuntungan atau biaya (berarti tanggap terhadap insentif). Perubahan marginal dari biaya dan benefit menyebabkan perubahan pula pada respon/ tanggapan seseorang untuk berperilaku. Kebijakan yang dapat mengubah insentif akan berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung.
5.      Perdagangan dapat membuat seserang lebih baik (better Off).
Tidak mungkin semua kebutuhan manusia akan bisa disediakan sendiri. Dengan perdagangan akan menciptakan spesialisasi sehingga dapat menekan biaya produksi (harga murah). Seseorang akan diuntungkan dari kemampuannya berdagang  dengan pihak lain. Kompetisi merupakan implikasi dari adanya keuntungan adalah perdagangan. Trade memungkinkan orang berspesialisasi pada apa yang paling baik baginya.
6.      Pasar biasanya cara yang paling baik untuk mengorganisasikan kegiatan ekonomi.
Perekonomian pasar adalah suatu jenis perekonomian yang mengalokasikan sumberdayanya melalui keputusan terdesentralisasi dari berbagai perusahaan dan rumah tangga seiring dengan interaksi mereka di pasar barang dan jasa.
7.      Pemerintah adakalanya dapat memperbaiki hasil mekanisme pasar.
Kegagalan Pasar (market failure) adalah situasi di mana suatu pasar gagal mengalokasikan sumber dayanya secara efisien dengan kekuatan sendiri. Salah satu penyebab kegagalan pasar adalah eksternalitas. Eksternalitas adalah dampak dari tindakan seseorang terhadap kesejahteraan orang lain. Penyebab yang lain adalah Market Power.
8.      Standart hidup bergantung pada kemampuan produksi suatu Negara
Hampir semua variasi standart hidup adalah dijelaskan dengan perbedaan produktifitas suatu Negara. Produktifitas merupakan sejumlah barang dan jasa yang diproduksi untuk setiap jam waktu seorang pekerja
9.      Harga meningkat jika pemerintah mencetak uang terlalu banyak.
Inflasi adalah kenaikan di dalam keseluruhan tingkat harga dalam suatu perekonomian. Salah satu yang menyebabkan inflasi adalah pertambahan jumlah uang. Ketika pemerintah mencetak uang dalam jumlah yang besar, nilai dari uang akan jatuh.
10.  Dalam jangka pendek masyarakat menghadapi tradeoff antara inflasi dan pengangguran.
Phillips Curve adalah ilustrasi tradeoff antara inflasi dan unemployment, “Jika Inflation turun, maka Unemployment akan meningkat”.


BAB III
PENUTUP

Ekonomi Islam adalah sebuah system ekonomi yang menjelaskan segala fenomena tentang prilaku pilihan dan pengambilan keputusan dalam setiap uint ekonomi dengan memasukkan tata aturan syariah sebagai variable independen dan ikut mempengaruhi segala pengambilan keputusan ekonomi.
Ada beberapa Karasteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-ilmiah wa al-amaliyah al-islamiyah yang dapat diringkas sebagai berikut:
1.      Harta Kepunyaan Allah dan Manusia Merupakan Khalifah Atas Harta
2.      Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah (hukum), dan Moral
3.      Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan
4.      Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan Kepentingan umum
5.      Kebebasan Individu Dijamin dalam Islam
6.      Negara Diberi Wewenang Turut Campur dalam Perekonomian
7.      Bimbingan Konsumsi
8.      Petunjuk Investasi
9.      Zakat
10.  Larangan Riba
Sudah saatnya sistem ekonomi kapitalisme yang hanya menimbulkan penderitaan itu kita hancurkan dan kita gantikan dengan ekonomi Islam yang insya Allah akan membawa barakah bagi kita semua. Marilah kita renungkan firman Allah SWT:
“Kalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya akan Kami limpahkan bagi mereka barakah dari langit dan bumi, tapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya itu.” (Qs. al-A’râf [7]: 96).


DAFTAR PUSTAKA

Mankiw, Gregory N. 2009. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta: Salemba Empat.
Mannan, M.A. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.
Mujahidin, Akhmad. 2007. Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Rivai, Veithzal dan Andi Buchari, 2009. Islamic Economics: Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi Solusi. Jakarta: Bumi Aksara.
Tarigan, Akmal, et al. 2006. Dasar-dasar Ekonomi Islam. Bandung: Citapustaka Media.
http://rimaru.web.id/prinsip-prinsip-ekonomi-islam/, diambil selasa 15 Mei 2012, 12.37 WIB.
http://bimcrot.tripod.com/global/isnom.html. diambil Selasa, 16 Mei 2012, 20.27 WIB.


[1] M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hlm. 19.
[2] Veithzal Rivai dan Andi Buchari, Islamic Economics: Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi Solusi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 170.
[3] http://bimcrot.tripod.com/global/isnom.html. diambil Selasa, 16 Mei 2012, 20.27 WIB.
[4] Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 14.
[5] Akmal Tarigan, et al. Dasar-dasar Ekonomi Islam, (Bandung: Citapustaka Media, 2006), hlm. 63.
[6] http://rimaru.web.id/prinsip-prinsip-ekonomi-islam/, diambil selasa 15 Mei 2012, 12.37 WIB.
[7] Akmal Tarigan, Op-Cit., hlm. 74.
[8] Gregory N. Mankiw, Pengantar Ekonomi Mikro, (Jakarta: Salemba Empat, 2009), hlm. 5.

1 komentar: