Translate

Selasa, 25 Desember 2012

PERBANKAN SYARIAH KLASIK


BAB I
PENDAHULUAN

Selama ini masyarakat luas mengenal hukum islam sebagai hukum yang memuat nilai-nilai klasik yang “kolot” dan “kekeuh” serta kurang fleksibel dalam aplikasi keseharian. Anggapan tersebut tidak hanya tertanam dalam benak orang-orang non-muslim, pikiran orang muslim sendiri pun banyak yang menganggap demikian sehingga enggan untuk melaksanakan hukum-hukum muamalat islam.
           Begitu juga dengan konsep transaksi (muamalah) dan landasan hukum lembaga-lembaga keuangan maupun perbankan yang saat ini sedang mengalami peningkatan secara pesat karena diyakini bisa menjadi suatu system yang tahan terhadapa guncangan-guncangan ekonomi baik guncangan yang bersifat mikro maupun makro ekonomi.
            Dalam makalah ini, akan mengupas tentang Perbankan Syariah Klasik mulai dari Zaman Rasulullah sampai zaman Umawiyyah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perbankan di Zaman Rasulullah
Secara umum, Bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah Di   dalam    sejarah    perekonomian kaum   muslimin,   pembiayaan   yang   dilakukan     dengan     akad    yang    sesuai    syariah telah    menjadi     bagian    dari   tradisi  umat Islam sejak jaman Rasulullah saw.
Rasulullah   SAW   yang   dikenal   dengan   julukan   al-Amin,   dipercaya oleh masyarakat Mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum Rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayidina Ali ra untuk mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya.
Fungsi-fungsi Bank sudah dipraktekkan oleh para sahabat di zaman Nabi SAW:
1.      Menerima Simpanan Uang
2.      Memberikan Pembiayaan
3.      Jasa Transfer Uang
Biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja.
Beberapa istilah perbankan modern bahkan berasal dari khazanah ilmu fiqih, seperti istilah kredit (Inggris: credit; Romawi: credo) yang diambil     dari  istilah qard.  Credit    dalam    bahasa     Inggris   berarti meminjamkan         uang;   credo    berarti   kepercayaan;      sedangkan    qard dalam     fiqih  berarti   meminjamkan        uang    atas   dasar   kepercayaan.
Begitu pula istilah cek (Inggris: check; Perancis: cheque) yang diambil dari   istilah  saq   (suquq).   Suquq   dalam   bahasa   Arab   berarti   pasar, sedangkan cek adalah alat bayar yang biasa digunakan di pasar.[1]

B.     Praktek Perbankan di Zaman Umayyah dan Abbasiyyah
Jelas   saja   institusi   bank   tidak   dikenal   dalam   kosa   kata   fikih   Islam, karena   memang   institusi   ini   tidak  dikenal   oleh   masyarakat   Islam   di masa     Rasulullah,   Khulafaur    Rasyidin,    Bani  Umayyah,      maupun     Bani Abbasiyah.     Namun fungsi-fungsi perbankan yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan transfer dana telah lazim dilakukan, tentunya dengan akad yang sesuai syariah.
Di   jaman    Rasulullah    saw   fungsi-fungsi    tersebut   dilakukan    oleh perorangan,   dan   biasanya   satu   orang   hanya   melakukan   satu   fungsi saja.
Baru kemudian, di jaman Bani Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu. Fungsi-fungsi perbankan yang dilakukan oleh   satu   individu,   dalam   sejarah   Islam   telah   dikenal   sejak Abbasiyah.[2]
Perbankan       mulai    berkembang       pesat   ketika    beredar banyak      jenis  mata    uang   pada    zaman     itu  sehingga    perlu   keahlian khusus untuk membedakan antara satu mata uang dengan mata uang lainnya.     Ini   diperlukan      karena     setiap   mata     uang     mempunyai kandungan       logam    mulia    yang   berlainan    sehingga    mempunyai       nilai yang     berbeda     pula.   Orang    yang    mempunyai       keahlian    khusus    ini disebut naqid, sarraf, dan jihbiz . Hal ini merupakan cikal-bakal praktek penukaran mata uang (money changer).
Istilah  jihbiz   mulai   dikenal   sejak   zaman     Muawiyah      (661-680M) yang   sebenarnya   dipinjam   dari   bahasa   Persia,  kahbad   atau   kihbud. Pada masa pemerintahan Sasanid, istilah ini dipergunakan untuk orang yang ditugaskan mengumpulkan pajak tanah.
Peranan      banker     pada    zaman Abbasiyah     mulai    populer    pada pemerintahan Muqtadir (908-932M). Saat   itu,  hampir setiap wazir mempunyai bankir sendiri. Misalnya, Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu Imran dan Joseph ibnu wahab sebagai bankirnya. Lalu Ibnu Abi Isa menunjuk Ali  ibn  Isa, Hamid    ibnu Wahab menunjuk Ibrahim ibn Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridi mempunyai tiga  orang bankir sekaligus: dua Yahudi dan satu Kristen.
Kemajuan       praktek    perbankan      pada   zaman     itu  ditandai    dengan beredarnya saq (cek)   dengan      luas   sebagai     media     pembayaran. Bahkan,   peranan   bankir   telah   meliputi   tiga   aspek,   yakni   menerima deposit,   menyalurkannya,   dan   mentransfer   uang. Dalam   hal   yang terakhir   ini,   uang   dapat   ditransfer   dari   satu   negeri   ke   negeri   lainnya tanpa   perlu   memindahkan   fisik   uang  tersebut.         Para money   changer yang   telah   mendirikan   kantor-kantor   di  banyak  negeri   telah   memulai penggunaan         cek     sebagai     media    transfer      uang     dan    kegiatan pembayaran lainnya. Dalam sejarah perbankan Islam, adalah Sayf al- Dawlah       al-Hamdani      yang    tercatat    sebagai     orang    pertama      yang menerbitkan   cek   untuk   keperluan   kliring   antara   Baghdad   (Irak)   dan Aleppo (Spanyol sekarang).[3]

BAB III
PENUTUP

Fungsi-fungsi Bank sudah dipraktekkan oleh para sahabat di zaman Nabi SAW:
1.      Menerima Simpanan Uang
2.      Memberikan Pembiayaan
3.      Jasa Transfer Uang
Kemajuan       praktek    perbankan      pada   zaman     itu  ditandai    dengan beredarnya saq (cek)   dengan      luas   sebagai     media     pembayaran. Bahkan,   peranan   bankir   telah   meliputi   tiga   aspek,   yakni   menerima deposit,   menyalurkannya,   dan   mentransfer   uang.


[1] http://hitamkelam-budaksundaoke.blogspot.com/2010/11/mudhorobah-klasik-dan-penerapan-di-bank.html
[2] Adiwarman Karim, Bank Islam: Ananlisi Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Raja grafindo Persada, 2010),hlm. 20
[3] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar