BAB I
PENDAHULUAN
Selama ini masyarakat luas mengenal hukum islam sebagai hukum yang
memuat nilai-nilai klasik yang “kolot” dan “kekeuh” serta kurang fleksibel
dalam aplikasi keseharian. Anggapan tersebut tidak hanya tertanam dalam benak
orang-orang non-muslim, pikiran orang muslim sendiri pun banyak yang menganggap
demikian sehingga enggan untuk melaksanakan hukum-hukum muamalat islam.
Begitu
juga dengan konsep transaksi (muamalah) dan landasan hukum
lembaga-lembaga keuangan maupun perbankan yang saat ini sedang mengalami
peningkatan secara pesat karena diyakini bisa menjadi suatu system yang tahan
terhadapa guncangan-guncangan ekonomi baik guncangan yang bersifat mikro maupun
makro ekonomi.
Dalam makalah ini, akan mengupas
tentang Perbankan Syariah Klasik mulai dari Zaman Rasulullah sampai zaman
Umawiyyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perbankan di Zaman
Rasulullah
Secara umum, Bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama,
yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan memberikan jasa pengiriman
uang. Di dalam sejarah Di dalam sejarah
perekonomian kaum muslimin, pembiayaan
yang dilakukan dengan
akad yang sesuai
syariah telah menjadi bagian
dari tradisi umat Islam sejak jaman Rasulullah saw.
Rasulullah SAW yang
dikenal dengan julukan
al-Amin, dipercaya oleh
masyarakat Mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum
Rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayidina Ali ra untuk mengembalikan
semua titipan itu kepada yang memilikinya.
Fungsi-fungsi Bank sudah dipraktekkan oleh para sahabat di zaman Nabi
SAW:
1.
Menerima Simpanan Uang
2.
Memberikan Pembiayaan
3.
Jasa Transfer Uang
Biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja.
Beberapa istilah perbankan modern bahkan berasal dari khazanah ilmu
fiqih, seperti istilah kredit (Inggris: credit; Romawi: credo) yang diambil dari
istilah qard. Credit dalam
bahasa Inggris berarti meminjamkan uang;
credo berarti kepercayaan; sedangkan
qard dalam fiqih berarti
meminjamkan uang atas
dasar kepercayaan.
Begitu pula istilah cek (Inggris: check; Perancis: cheque) yang diambil
dari istilah saq
(suquq). Suquq dalam
bahasa Arab berarti
pasar, sedangkan cek adalah alat bayar yang biasa digunakan di pasar.[1]
B.
Praktek Perbankan di Zaman
Umayyah dan Abbasiyyah
Jelas saja institusi
bank tidak dikenal
dalam kosa kata
fikih Islam, karena memang
institusi ini tidak
dikenal oleh
masyarakat Islam di masa
Rasulullah, Khulafaur Rasyidin,
Bani Umayyah, maupun
Bani Abbasiyah. Namun
fungsi-fungsi perbankan yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan transfer
dana telah lazim dilakukan, tentunya dengan akad yang sesuai syariah.
Di jaman Rasulullah saw
fungsi-fungsi tersebut dilakukan
oleh perorangan, dan biasanya
satu orang hanya
melakukan satu fungsi saja.
Baru kemudian, di jaman Bani Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan
dilakukan oleh satu individu. Fungsi-fungsi perbankan yang dilakukan oleh satu
individu, dalam sejarah
Islam telah dikenal
sejak Abbasiyah.[2]
Perbankan mulai berkembang pesat
ketika beredar banyak jenis
mata uang pada
zaman itu sehingga
perlu keahlian khusus untuk
membedakan antara satu mata uang dengan mata uang lainnya. Ini
diperlukan karena setiap
mata uang mempunyai kandungan logam
mulia yang berlainan
sehingga mempunyai nilai yang berbeda
pula. Orang yang
mempunyai keahlian khusus
ini disebut naqid, sarraf, dan jihbiz . Hal ini merupakan cikal-bakal
praktek penukaran mata uang (money changer).
Istilah jihbiz mulai
dikenal sejak zaman
Muawiyah (661-680M) yang sebenarnya
dipinjam dari bahasa
Persia, kahbad atau
kihbud. Pada masa pemerintahan Sasanid, istilah ini dipergunakan untuk
orang yang ditugaskan mengumpulkan pajak tanah.
Peranan banker pada
zaman Abbasiyah mulai populer
pada pemerintahan Muqtadir (908-932M). Saat itu,
hampir setiap wazir mempunyai bankir sendiri. Misalnya, Ibnu Furat
menunjuk Harun ibnu Imran dan Joseph ibnu wahab sebagai bankirnya. Lalu Ibnu
Abi Isa menunjuk Ali ibn Isa, Hamid
ibnu Wahab menunjuk Ibrahim ibn Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridi mempunyai
tiga orang bankir sekaligus: dua Yahudi
dan satu Kristen.
Kemajuan praktek perbankan pada
zaman itu ditandai
dengan beredarnya saq (cek)
dengan luas sebagai
media pembayaran. Bahkan, peranan
bankir telah meliputi
tiga aspek, yakni
menerima deposit, menyalurkannya, dan
mentransfer uang. Dalam hal
yang terakhir ini, uang
dapat ditransfer dari
satu negeri ke
negeri lainnya tanpa perlu
memindahkan fisik uang
tersebut. Para money changer yang telah
mendirikan kantor-kantor di
banyak negeri telah
memulai penggunaan cek
sebagai media transfer uang
dan kegiatan pembayaran
lainnya. Dalam sejarah perbankan Islam, adalah Sayf al- Dawlah al-Hamdani yang
tercatat sebagai orang
pertama yang menerbitkan cek
untuk keperluan kliring
antara Baghdad (Irak)
dan Aleppo (Spanyol sekarang).[3]
BAB III
PENUTUP
Fungsi-fungsi Bank sudah dipraktekkan oleh para sahabat di zaman Nabi
SAW:
1.
Menerima Simpanan Uang
2.
Memberikan Pembiayaan
3.
Jasa Transfer Uang
Kemajuan praktek
perbankan pada zaman
itu ditandai dengan beredarnya saq (cek) dengan
luas sebagai media
pembayaran. Bahkan, peranan bankir
telah meliputi tiga
aspek, yakni menerima deposit, menyalurkannya, dan
mentransfer uang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar