BAB I
PENDAHULUAN
Diantara masalah-masalah
yang banyak melibatkan anggota masyarakat dalam kehidupan sehari – hari adalah
masalah muamalah (akad, transaksi) dalam berbagai bidang. Karena masalah
muamalah ini langsung melibatkan manusia dalam masyarakat, maka pedoman dan
tatanannya pun perlu dipelajari dan diketahui dengan baik, sehingga tidak
terjadi penyimpangan dan pelanggaran yang merusak kehidupan ekonomi dan hubungan
sesama manusia. Kesadaran muamalah hendaknya tertanam lebih dahulu dalam diri
masing-masing, sebelum orang terjun kedalam kegiatan muamalah itu.
Pemahaman agama,
pengendalian diri, pengalaman, akhlaqul karimah dan pengetahuan tentang seluk
beluk muamalah hendaknya dikuasai sehingga menyatu dalam diri pelaku (pelaksana)
muamalah itu. Kegiatan muamalah ini sangat banyak salah satu diantaranya adalah
akad al-Mudharabah yang akan kami bahas dalam makalah kami, sebagai salah satu
bentuk aktifitas ekonomi, Mudharabah menjadi hal yang amat sering dilakukan
oleh masyarakat dalam berbagai transaksi ekonomi demi memenuhi kebutuhan.
Dalam Islam, Mudharabah selain
dilakukan oleh masyarakat secara ’urf, juga dapat ditemukan dasar-dasarnya
secara syari’ah sebagaimana ditemukan aktifitas Mudharabah yang direkam dan
dijustifikasi oleh al-Qur’an, al-Hadis, dan juga telah menjadi ijma ulama’.
Seiring perkembangan zaman, Mudharabah pun mengalami perkembangan dan modifikasi
sebagaimana terlihat dalam aktifitas ekonomi modern bersangkut paut dengan penerapannya
dalam masyarakat secara langsung maupun melalui dunia perbankan dalam rangka
memenuhi kebutuhan dengan tetap berada dalam bingkai syari’ah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Mudharabah berasal dari kata dharb, artinya
memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya
adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara
teknis, Al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelolah.[1]
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu tidak disebabkan oleh
kelalian si pengelola. Seandainya kerugian itu disebabkan oleh kecurangan atau
kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian
tersebut.
B.
Dasar Hukum
1. Al-Qur’an
“dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah………” (Q.S Al-Muzammil: 20)
Yang
menjadi Wajhud –dilalah atau argument dari Qur’an Surat Al-Muzammil: 20 di atas
adalah adanya kata Yadhribun yang sama dengan akar kata Mudharabah, dimana
berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung” (Q.S Al-Jumuah: 10)
2. Al-Hadits
Diantara
hadits yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadits yang diriwayatkan oleh
Ibnu Majah dan Syuhaib bahwa Nabi SAW bersabda:[2]
“Nabi Bersabda, ‘Ada
Tiga perkara yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai,
mudharabah, dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga,
bukan untuk diperjual belikan” (HR. Ibnu Majah dan Shuhaib)
Dalam
hadits yang lain diriwayatkan oleh Tabrani dan Ibnu Abbas bahwa Abbas Ibn
Muthalib yaitu:
“Abbas
bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan
kepada mudharibnya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah,
serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib)
harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abba situ di
dengar Rasulullah, beliau membenarkannya.” (HR Thabrani dari Ibnu Abbas) [3]
3. Ijma’
Imam
zailai, dalam kitabnya Nasbu ar Rayah(4/13), telah menyatakan bahwa para
Sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara
mudharabah, kesepakatan para Shahabat ini sejalan dengan spirit hadis yang
dikutip Abu Ubaid dalam kitab Al amwal (454).
C.
Jenis-jenis Al-Mudharabah
Jenis-jenis Al-Mudharabah secara umum Mudharabah
terbagi kepada dua jenis, yaitu: Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah
Muqayyadah.
1. Mudharabah
Muthlaqah Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentik
kerja sama antara shohibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan
tidak dibatasi oleh sfesifikasi jenis usaha, waktu, dan ndaerah bisnis. Dalam
pembahasan fiqh ulama Salaf ash Shalih seringkali dicontohkan dengan ungkapan
If al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari shihibul maal ke mudharib yang
memberi kekuasaan sangat besar.
2. Mudharabah
Muqayyadah Mudharabah Muqayyadah atau di sebut juga dengan istilah restricted
mudharabah/sfecified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si
mudharib di batasi dengan batsan jenis usaha , waktu, atau tempat usaha. Adanya
pembatasan ini seringkali mencerminkan kecendrungan umum si shahibul maal dalam
memasuki jenis dunia usaha.
D.
Manfaat Mudharabah
1. Bank
akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah
meningkat.
2. bank
tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap,
tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank, sehingga bank tidak
akan pernah mengalami negative spread.
3. pengembalian
pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow?arus kas usaha bank, sehingga
tidak memberatkan nasabah.
4. bank
akan lebih selektif dan hati-hati(prudent) mencari usaha yang benar-benar
halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkrit dan benar-benar
terjadi itulah yang akan dibagikan.
5. prinsip bagi hasil dalam mudharabah/Al
musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih
penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan
yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.[4]
BAB
III
PENUTUP
Al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara
dua pihak dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh (100%)
modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelolah. Jenis-jenis Al-Mudharabah
secara umum Mudharabah terbagi kepada dua jenis, yaitu: Mudharabah Muthlaqah
dan Mudharabah Muqayyadah.
Manfaat Mudharabah seperti, Bank akan menikmati
peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. Bank tidak
berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi
disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan
pernah mengalami negative spread.
[1]
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah: Dari Praktek ke Teori,
(Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 95.
[2]
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm.138.
[3]
http://imronfauzi.wordpress.com/2008/06/12/qiradh-mudharabah/
[4]
http://ekonomiislamkita.blogspot.com/2008/08/mudharabah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar