Translate

Selasa, 25 Desember 2012

MUDHARABAH


BAB I
PENDAHULUAN
Diantara masalah-masalah yang banyak melibatkan anggota masyarakat dalam kehidupan sehari – hari adalah masalah muamalah (akad, transaksi) dalam berbagai bidang. Karena masalah muamalah ini langsung melibatkan manusia dalam masyarakat, maka pedoman dan tatanannya pun perlu dipelajari dan diketahui dengan baik, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan pelanggaran yang merusak kehidupan ekonomi dan hubungan sesama manusia. Kesadaran muamalah hendaknya tertanam lebih dahulu dalam diri masing-masing, sebelum orang terjun kedalam kegiatan muamalah itu.
Pemahaman agama, pengendalian diri, pengalaman, akhlaqul karimah dan pengetahuan tentang seluk beluk muamalah hendaknya dikuasai sehingga menyatu dalam diri pelaku (pelaksana) muamalah itu. Kegiatan muamalah ini sangat banyak salah satu diantaranya adalah akad al-Mudharabah yang akan kami bahas dalam makalah kami, sebagai salah satu bentuk aktifitas ekonomi, Mudharabah menjadi hal yang amat sering dilakukan oleh masyarakat dalam berbagai transaksi ekonomi demi memenuhi kebutuhan.
Dalam Islam, Mudharabah selain dilakukan oleh masyarakat secara ’urf, juga dapat ditemukan dasar-dasarnya secara syari’ah sebagaimana ditemukan aktifitas Mudharabah yang direkam dan dijustifikasi oleh al-Qur’an, al-Hadis, dan juga telah menjadi ijma ulama’. Seiring perkembangan zaman, Mudharabah pun mengalami perkembangan dan modifikasi sebagaimana terlihat dalam aktifitas ekonomi modern bersangkut paut dengan penerapannya dalam masyarakat secara langsung maupun melalui dunia perbankan dalam rangka memenuhi kebutuhan dengan tetap berada dalam bingkai syari’ah.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Mudharabah berasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara teknis, Al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelolah.[1]
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu tidak disebabkan oleh kelalian si pengelola. Seandainya kerugian itu disebabkan oleh kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
B.     Dasar Hukum
1.      Al-Qur’an


dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah………” (Q.S Al-Muzammil: 20)
Yang menjadi Wajhud –dilalah atau argument dari Qur’an Surat Al-Muzammil: 20 di atas adalah adanya kata Yadhribun yang sama dengan akar kata Mudharabah, dimana berarti melakukan suatu perjalanan usaha.


Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (Q.S Al-Jumuah: 10)

2.      Al-Hadits
Diantara hadits yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Syuhaib bahwa Nabi SAW bersabda:[2]



Nabi Bersabda, ‘Ada Tiga perkara yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, mudharabah, dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk diperjual belikan” (HR. Ibnu Majah dan Shuhaib)
Dalam hadits yang lain diriwayatkan oleh Tabrani dan Ibnu Abbas bahwa Abbas Ibn Muthalib yaitu:



Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abba situ di dengar Rasulullah, beliau membenarkannya.” (HR Thabrani dari Ibnu Abbas) [3]











3.      Ijma’
Imam zailai, dalam kitabnya Nasbu ar Rayah(4/13), telah menyatakan bahwa para Sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah, kesepakatan para Shahabat ini sejalan dengan spirit hadis yang dikutip Abu Ubaid dalam kitab Al amwal (454).

C.    Jenis-jenis Al-Mudharabah
Jenis-jenis Al-Mudharabah secara umum Mudharabah terbagi kepada dua jenis, yaitu: Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.
1.      Mudharabah Muthlaqah Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentik kerja sama antara shohibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh sfesifikasi jenis usaha, waktu, dan ndaerah bisnis. Dalam pembahasan fiqh ulama Salaf ash Shalih seringkali dicontohkan dengan ungkapan If al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari shihibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.
2.      Mudharabah Muqayyadah Mudharabah Muqayyadah atau di sebut juga dengan istilah restricted mudharabah/sfecified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib di batasi dengan batsan jenis usaha , waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecendrungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.

D.    Manfaat Mudharabah
1.      Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2.      bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3.      pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow?arus kas usaha bank, sehingga tidak memberatkan nasabah.
4.      bank akan lebih selektif dan hati-hati(prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkrit dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5.       prinsip bagi hasil dalam mudharabah/Al musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.[4]
  
BAB III
PENUTUP

Al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelolah. Jenis-jenis Al-Mudharabah secara umum Mudharabah terbagi kepada dua jenis, yaitu: Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.
Manfaat Mudharabah seperti, Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.




[1] Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah: Dari Praktek ke Teori, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 95.
[2] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm.138.
[3] http://imronfauzi.wordpress.com/2008/06/12/qiradh-mudharabah/
[4] http://ekonomiislamkita.blogspot.com/2008/08/mudharabah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar